Miris, itulah kondisi yang tepat untuk menggambarkan kondisi pemuda-pemudi Indonesia saat ini, di era globalisasi seperti saat ini jati diri mereka sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya dan bermoral ke-timuran perlahan-lahan mulai runtuh. Sering kali kita lihat para remaja bertindak tidak sesuai norma yang sudah diajarkan oleh para nenek moyang. Berkembangnya budaya barat yang semakin bebas ditambah lagi budaya konsumtif dan kapitalisme menjadi salah satu penyebab lunturnya budaya ke-timuran bangsa Indonesia. Sejak masa kemerdekaan hingga masa globalisasi, Indonesia mengalami proses dinamika yang fluktuatif, terus berusaha bergerak sesuai landasan ideologi bangsa yang memilki dua nilai penting :
1.Nilai Agama : berlandaskan ke-Tuhanan, keimanan dan ketaqwaan
2.Nilai Keikhlasan : untuk berkorban demi bangsa dan negara Indonesia
Melihat dua hal di atas kedua-duanya merupakan aspek penting Negara Indonesia yang lambat laun tergerus arus globalisasi seiring perkembangan zaman yang berpengaruh terhadap perubahan ideologi bangsa dari segi politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Kita beri contoh kecil saja dengan flashback beberapa tahun silam ketika kasus pembatalan konser sang “Mother Monster” Lady Gaga menjadi berita hangat yang menghiasi halaman utama media cetak dan fokus berita-berita pada acara di televisi, yang mengejutkan bukan alasan dari pembatalan konser tersebut, melainkan respon masyarakat terutama remaja Indonesia yang menentang keras keputusan pembatalan itu, mereka beralasan bahwa seni dan kreatifitas berarti kebebasan mengekspresikan suatu karya yang mereka punya. Ada juga kasus video porno Ariel dan beberapa aktris lain, dan yang lebih aneh lagi sekeluarnya dari hotel prodeo, Ariel bukannya dibenci masyarakat karena perbuatannya, melainkan dielu-elukan seperti seorang suci yang “salah tangkap” lagi-lagi dengan alasan yang sama, karya dan kreatifitas.
Melihat dua kasus di atas, maka dapat disimpulkan bahwa saat ini Indonesia mengalami kemunduran moral dan norma-norma budaya timur yang sudah menjadi mindset bangsa lain terhadap bangsa Indonesia, bukannya merasa terkucilkan atau berkecil hati, mereka para remaja justru bangga jika bisa mengenal dan mempraktekan budaya barat secara gamblang dan terang-terangan, menganggap hal yang dulu tabu menjadi hal yang biasa-biasa saja bahkan dibiasakan. Remaja sekarang lebih senang disebut modis dan “gaul” dengan pakaian ala barat daripada pakaian yang menutup aurat.
Hal ini tidak terlepas dari pengaruh negatif arus globalisasi yang semakin hari semakin deras dan menuntut untuk diikuti. Globalisasi sebenarnya juga tidak patut disalahkan secara langsung karena merupakan proses menuju identitas masyarakat yang berkembang dan maju bahkan menjadi tanda bahwa perkembangan zaman dan tekhnologi memang sedang terjadi secara besar-besaran.
Sebuah pepatah arab mengatakan “Al-Muhaafadzotu ‘ala-l-qodiimi-sh-shoolih, wa-l-akhdlu bi-l-jadiidi-l-ashlah.” Menjaga hal yang sudah lama itu baik, dan mengambil sesuatu yang baru yang lebih baik itu lebih baik lagi, dari pepatah tersebut dapat diambil intisari bahwa arus deras globalisasi yang sedang melanda seluruh dunia ini harus kita hadapi dengan mengambil hal yang baik dari yang lebih baik di dalamnya, bukan asal menerimanya tanpa tahu yang mana benar dan salah.
Seni dan budaya menjadi perhatian khusus yang patut digarisbawahi dan dimaknai secara benar, seni memang bebas berekspresi dan mengandung nilai hak asasi manusia, tetapi bebas juga harus berarti sopan dan tidak keluar dari budaya negara itu sendiri. Bebas bukan berarti melepaskan jati diri tetapi haruslah menunjukkan identitas jati diri bangsa itu sendiri.
Maka dari itu hendaknya mulai sekarang mari kita bersama membangun kembali norma-norma dan nilai moral bangsa Indonesia yang sudah diambang kepunahan, dengan begitu identitas dan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia bisa dan patut kita banggakan lagi di hadapan negara lain. Wallahu a’lam
Komentar
Posting Komentar