Langsung ke konten utama

WASIAT; PROLOG

"Mas, bapak masuk rumah sakit, cepat pulang ya.."

Bagai petir di siang bolong, kalimat di telepon dari adikku barusan tetiba membuyarkan semua pekerjaanku, rasa panik melanda dan menyebar dengan cepat, otak kanan-kiriku pun seakan enggan merespon lebih jauh atau bahkan untuk sekedar berfikir singkat apalagi jernih.

Sudah satu tahun ini Bapak terbaring sakit akibat struk yang dideritanya, badannya sudah tidak bisa bergerak ditambah umurnya yang sudah renta makin memperburuk keadaannya setiap hari, beruntungnya kami beliau masih bisa berbicara bahkan mengobrol dengan lancar setiap kami datang ke rumah. dan barusan sebuah telepon singkat dari adikku yang sedang giliran tugas 'berjaga' telah berhasil menambah debar jantungku, tanpa ba-bi-bu lagi, segera aku meminta izin untuk meninggalkan kantor lebih cepat dan bergegas pulang, ku telepon istriku dan menyuruhnya untuk bersiap. 

****

Sudah 1 Minggu semenjak kejadian itu, Bapak masih terbaring lemah, beliau terpaksa diopname karena kondisinya yang semakin memburuk, bisa kurasakan semakin hari suaranya semakin lemah, tatapannya yang semakin layu. Aku menyuruh istriku untuk pulang ke Jakarta terlebih dahulu karena anak-anak tidak bisa meninggalkan kegiatan sekolahnya, adikku pun demikian, menyuruh suaminya pulang agar kami berdua bisa bergantian menjaga.

Terkadang kami berdiskusi singkat mengenai skenario terburuk untuk apa yang akan terjadi, ya memang hidup dan mati tidak bisa kita prediksi, semua adalah rahasia-Nya hanya saja bagi yang meninggal ataupun ditinggalkan harus sama-sama menyiapkan diri.

"Dek, kalau misal bapak gak ada..." gumamku di lobby rumah sakit. 

"Hush! jangan bilang begitu mas! ga baik" omelnya memotong omonganku.

"Bukan begitu dek, tetap hal seperti ini harus kita pikirkan dahulu, agar nanti tidak jadi fitnah diantara kita berdua" tukasku menjelaskan. "Mas cuma berpikir jika bapak memang ditakdirkan untuk dipanggil dalam waktu dekat ini, mas mau kamu yang menempati rumah peninggalan bapak dan ibu." tambahku.

Belum sempat kami melanjutkan tiba-tiba suster keluar dari ruangan bapak dan memanggil kami berdua. sedikit kaget karena ini tidak biasa kami menghampiri dengan muka cemas. 

"Pak Rizal dan Bu Ranti, sebelumnya mohon maaf kami harus menyampaikan beberapa hal." ujarnya, "saat ini bapak kondisinya terus menurun, tadi kami sayup mendengar suara beliau untuk memanggil bapak dan ibu, kami berharap bapak dan ibu sudah siap dengan segala skenario sampai yang terburuk." tatapan nanar suster tersebut semakin membuat kami tak kuasa menahan rasa cemas. adikku bahkan sudah menitikan air mata. sesaat setelah itu kami dipersilahkan masuk.

Kami mendekat ke ranjang Bapak, beliau melihat kami satu persatu dan terlihat tetesan bening di pelupuk matanya yang sembab. Bapak mengisyaratkan kepala dan tatapannya ke adikku yang berada di samping kiri beliau. 

"deek.." uajrnya terbata, adikku mendekatkan telinganya ke ujung mulut bapak berusaha mendengar setiap perkataannya dengan seksama. "ja..ga.. mas..mu yaaa, to..long... ja..ga.. ju..gaa, ruu..mah baa..pak d..dan ii..buu.." ucapnya terbata, adikku hanya mengangguk dan menitikan air mata, tak terasa aku pelupuk mataku juga sudah mulai basah. 

seketika terbayang kenangan dahulu bersama bapak, bagaimana kita biasa menghabiskan waktu bersama. beliau yang suka menasihati dengan penuh ketegasan, bagaimana dulu kami kadang bersenda gurau ketika pergi memancing bersama di danau dekat dengan perbatasan desa kami, bahkan kenangan ketika kami berdua cekcok dan aku kemudian kabur selama tiga hari. semua tertata begitu rapi bagai lembaran film lama yang terputar kembali di otak.

tanpa kusadari wasiat untuk adikku sudah selesai, beliau berbalik menatap ke arahku, tangisku semakin pecah, aku bukan tipikal anak yang berbakti ketika menginjak dewasa, hampir semua keputusan bapak aku tentang dan aku berusaha survive dengan jalanku sendiri. pada saat itu, yang bisa jadi saat terakhir ku melihat beliau, aku tak kuasa membendung tangis dan semua rasa bersalahku menjadi satu dalam relung kalbu, membisu. 

Melihatku, beliau menunjuk ke laci meja rumah sakit, menyuruhku untuk membukanya. ada sebuah buku agenda cukup tebal bersampul coklat, beliau kemudian memintaku untuk membukanya. kali itu adalah kali pertama aku membuka agenda beliau yang dijaganya dengan baik. ada beberapa catatan masa lalu yang sekilas aku lihat dan semua catatan berurutan dengan nomor. dan sepengetahuanku catatan itu tidak boleh dibuka kecuali hanya oleh beliau, bahkan ibupun tak berani membukanya. 

ada kejadian tak mengenakkan mengenai catatan itu, suatu hari aku yang waktu itu berumur 8 tahun bermain bersama 2 orang temanku di ruang baca bapak, dengan setengah mengizinkan karena bermodal omongan ibu akhirnya kami diperbolehkan bermain. sebelum keluar ruangan beliau terlihat membawa buku agenda itu dan ditaruhnya dilaci yang kemudian dikunci. 

beberapa puluh menit kami di dalam, seketika kami merasa bosan, kedua temanku mulai melihat lihat buku yang ada di ruang baca beliau, aku yang memang penasaran dengan buku catatan itu menuju laci tempat buku itu disimpan. dengan bermodal gunting kuku ala-ala macgyver laci itu terbuka, aku cukup terkejut itu berhasil. dengan pelan catatan itu aku ambil, dan aku buka. ternyata tulisan ayahku sanagat indah, rapi belum sempat aku mengagumi semuanya, tiba-tiba buku itu diambil oleh beliau, tatapannya sangat marah, mukanya merah padam. aku terpaku dan "Plak!" sebuah tamparan keras mendarat di pipiku, seketika tangisku pecah. semenjak saat itu aku tidak tahu keberadaan buku itu. bahkan ketika aku berbicara dengan ibu, beliau hanya menjawab untuk tidak perlu membahasnya. sampai kulihat lagi buku agenda bersampul coklat itu hari ini. 

"em....pat.. pu..luuh" ucap beliau dengan terbata, dengan cepat kubuka catatan beliau nomor empat puluh, aku terhenyak! ada potrait gadis cantik berkerudung ungu, berdiri disebelah ayahku dengan pose memeluk tangan beliau dengan erat. tertulis tahun 1992 tanda waktu foto itu diambil. aku sempat mengira itu foto ibuku, tapi setelah aku amati sangatlah berbeda jauh dengan ibu. 

"naa...maa..nya, Kaaa..rii..na" ucap beliau seakan menjawab pertanyaanku, beliau memberi isyarat untuk membuka halaman selanjutnya, dan alangkah kagetnya lagi, pada halaman tersebut tertera tulisan 'Semarang, 2 Desember 1992'

"baa..paaak, miin..taa too....loong, caa...ri daan tee..muu.ii kaa...rii..naa" alis mataku mengernyit ragu. otakku mulai meraba ada apa antara bapak dengan wanita bernama Karina tersebut. "saam..paaikan maa...aaaf baa.paak paa...daa..nyaa" air mata di pelupuk mata bapak bertambah deras, seperti ada sesal yang dipendam dalam. aku hanya mengangguk dan tetap dengan ketidakmengertianku. berusaha berfikir jernih ditengah seluruh chaos. sesekali kutatap adikku, dia juga sama, mengernyitkan dahinya tanda heran dan tidak tahu.

suara bapak hilang setelah itu yang tersisa hanya nafas yang terengah-engah, masih sempat ia melirik catatan itu dan memberi isyarat padaku untuk membaca seluruhnya. aku hanya mengangguk sembari tak kuasa menahan tangis.

bersambung....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WASIAT-BAB 1

"Kamu yakin mas mau pergi mencari perempuan itu?" tanya istriku pagi ini sembari meletakkan sepiring pisang goreng panas di samping kopiku yang beranjak dingin. "Insya Allah dek, ini wasiat terakhir bapak" jawabku tanpa menatapnya. "maaf ya, pasti hal ini ikut membebani kamu dan keuangan kita." tambahku dingin, kali ini aku berpaling kepada istriku dan menatapnya, terlihat raut nanar dirinya, entah haru atau sedih. "Iya mas, aku paham. kebetulan aku dapat sambilan kemarin untuk menulis beberapa artikel untuk rubrik koran lagi, ada sisa tabungan kemarin juga, jadi Insya Allah cukup mas." Ujarnya paham, "Hanya saja, untuk berapa lama bertahan aku masih belum bisa memperkirakan mas." imbuhnya singkat. "Insya Allah mas tidak akan lama, 3 bulan maksimal, syukur bisa lebih cepat. sampai ini selesai mas mohon kamu bertahan dengan Rani dan Rana ya." kataku sembari mengecup keningnya. matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Mas b...

I'M BACK

Kaget juga melihat postingan terakhir yang tertera, ternyata sudah empat tahun ini aktivitas menulis gue berhenti, mungkin rasa malas sudah menjangkit seluruh sendi jari gue untuk kembali menulis, sampai akhirnya hari ini gue memutuskan untuk menerbitkan entri tulisan lagi. selama empat tahun belakangan ini gue sibuk kuliah (sok sibuk sih, hehe) karena skripsi yang sukses bikin gue ga bisa menikmati indahnya bunga mimpi, wajah dosen pembimbing yang selalu menanyakan progres selalu terbayang dari bangun tidur sampai tidur lagi dan sudah jadi mimpi buruk harian gue saat itu. Syukurlah gue udah wisuda, satu kewajiban sudah terpenuhi ya walaupun harus telat sampai setengah tahun karena progres yang sedikit tersendat but that's not a big deal. Sekarang gue membantu Pondok Pesantren yang ada di kampung halaman, ya itung-itung mengamalkan apa yang gue pelajari ketika kuliah dulu serta meneruskan mimpi menjadi orang besar versi Pesantren tempat dimana gue menimba ilmu. "Orang b...

The Meaning of a Miracle Thing Called "LOVE"

What is love? Pertanyaan yang mudah tapi tak pernah ada jawaban yang benar-benar memuaskan, faktanya bahwa setiap individu mempunyai arti pertanyaan itu masing-masing, tergantung keyakinan mereka saja. Kalau menurut saya sebagai peneliti dan pakar cinta UNCINTARA (Universitas Cinta Nusantara), Love itu sendiri mempunyai arti “cinta” (yang nyorakin gua lempar sendal nih!) nah kalau deskripsi kata cinta itu menurut Kamus Besar Bahasa Cinta adalah perasaan saling menyukai antar lawan jenis, but, apakah hanya itu? I dont think so, kayaknya klise dan so simple dan gak bangeet (pake nada ALAY). Menurut riset yang sudah saya lakukan, cinta itu bukan hanya berlandaskan perasaan atau feeling semata, melainkan lebih kepada apa yang sudah kita perbuat untuk memuaskan pasangan kita, entah dari segi perbuatan, perkataan, bahkan kadang pengorbanan. Bagi yang punya pacar atau pasangan hidup, menurut mereka cinta adalah ketika bertemu maka ia akan merasakan jantung yang selalu berdebar, mat...