"Kamu yakin mas mau pergi mencari perempuan itu?" tanya istriku pagi ini sembari meletakkan sepiring pisang goreng panas di samping kopiku yang beranjak dingin.
"Insya Allah dek, ini wasiat terakhir bapak" jawabku tanpa menatapnya. "maaf ya, pasti hal ini ikut membebani kamu dan keuangan kita." tambahku dingin, kali ini aku berpaling kepada istriku dan menatapnya, terlihat raut nanar dirinya, entah haru atau sedih.
"Iya mas, aku paham. kebetulan aku dapat sambilan kemarin untuk menulis beberapa artikel untuk rubrik koran lagi, ada sisa tabungan kemarin juga, jadi Insya Allah cukup mas." Ujarnya paham, "Hanya saja, untuk berapa lama bertahan aku masih belum bisa memperkirakan mas." imbuhnya singkat.
"Insya Allah mas tidak akan lama, 3 bulan maksimal, syukur bisa lebih cepat. sampai ini selesai mas mohon kamu bertahan dengan Rani dan Rana ya." kataku sembari mengecup keningnya. matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Mas berangkat besok pagi, mungkin akan ke Semarang dulu, karena menurut info yang tertera foto itu diambil di Semarang."
Entah apa yang membuatku tergerak, sepeninggal Bapak dan selepas kejadian itu aku dan adikku berunding untuk menemukan solusi, akhrinya terputuskan aku akan mencari perempuan itu. Perempuan bernama Karina yang masih menjadi misteri bagiku dan keluargaku.
Mungkin ini terkesan tidak masuk akal, bahkan cenderung gila. istriku sempat menentangnya ketika aku bercerita keinginanku dan keputusan ini, tapi sebagai seorang anak, mungkin ini wujud bakti akhirku pada almarhum ayahku, setidaknya ini amanat dan kepercayaan terakhir yang ia beri untukku. hal itu yang membuat istriku paham dan mengizinkanku.
Pagi ini setelah shalat subuh, aku berpamitan kepada keluarga kecilku, ku kecup kening istriku untuk kesekian kali, ku gendong si kembar yang sudah semakin beranjak tumbuh. senyumku sebelum pamit berbalas tangis istriku yang tak mampu terbendung dan kedua anakku hanya menatap dengan tatapan tak tahu apa-apa.
"Insya Allah dek, ini wasiat terakhir bapak" jawabku tanpa menatapnya. "maaf ya, pasti hal ini ikut membebani kamu dan keuangan kita." tambahku dingin, kali ini aku berpaling kepada istriku dan menatapnya, terlihat raut nanar dirinya, entah haru atau sedih.
"Iya mas, aku paham. kebetulan aku dapat sambilan kemarin untuk menulis beberapa artikel untuk rubrik koran lagi, ada sisa tabungan kemarin juga, jadi Insya Allah cukup mas." Ujarnya paham, "Hanya saja, untuk berapa lama bertahan aku masih belum bisa memperkirakan mas." imbuhnya singkat.
"Insya Allah mas tidak akan lama, 3 bulan maksimal, syukur bisa lebih cepat. sampai ini selesai mas mohon kamu bertahan dengan Rani dan Rana ya." kataku sembari mengecup keningnya. matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Mas berangkat besok pagi, mungkin akan ke Semarang dulu, karena menurut info yang tertera foto itu diambil di Semarang."
****
Entah apa yang membuatku tergerak, sepeninggal Bapak dan selepas kejadian itu aku dan adikku berunding untuk menemukan solusi, akhrinya terputuskan aku akan mencari perempuan itu. Perempuan bernama Karina yang masih menjadi misteri bagiku dan keluargaku.
Mungkin ini terkesan tidak masuk akal, bahkan cenderung gila. istriku sempat menentangnya ketika aku bercerita keinginanku dan keputusan ini, tapi sebagai seorang anak, mungkin ini wujud bakti akhirku pada almarhum ayahku, setidaknya ini amanat dan kepercayaan terakhir yang ia beri untukku. hal itu yang membuat istriku paham dan mengizinkanku.
Pagi ini setelah shalat subuh, aku berpamitan kepada keluarga kecilku, ku kecup kening istriku untuk kesekian kali, ku gendong si kembar yang sudah semakin beranjak tumbuh. senyumku sebelum pamit berbalas tangis istriku yang tak mampu terbendung dan kedua anakku hanya menatap dengan tatapan tak tahu apa-apa.
bersambung....
Komentar
Posting Komentar