"Kamu yakin mas mau pergi mencari perempuan itu?" tanya istriku pagi ini sembari meletakkan sepiring pisang goreng panas di samping kopiku yang beranjak dingin. "Insya Allah dek, ini wasiat terakhir bapak" jawabku tanpa menatapnya. "maaf ya, pasti hal ini ikut membebani kamu dan keuangan kita." tambahku dingin, kali ini aku berpaling kepada istriku dan menatapnya, terlihat raut nanar dirinya, entah haru atau sedih. "Iya mas, aku paham. kebetulan aku dapat sambilan kemarin untuk menulis beberapa artikel untuk rubrik koran lagi, ada sisa tabungan kemarin juga, jadi Insya Allah cukup mas." Ujarnya paham, "Hanya saja, untuk berapa lama bertahan aku masih belum bisa memperkirakan mas." imbuhnya singkat. "Insya Allah mas tidak akan lama, 3 bulan maksimal, syukur bisa lebih cepat. sampai ini selesai mas mohon kamu bertahan dengan Rani dan Rana ya." kataku sembari mengecup keningnya. matanya sudah mulai berkaca-kaca. "Mas b...
"Mas, bapak masuk rumah sakit, cepat pulang ya.." Bagai petir di siang bolong, kalimat di telepon dari adikku barusan tetiba membuyarkan semua pekerjaanku, rasa panik melanda dan menyebar dengan cepat, otak kanan-kiriku pun seakan enggan merespon lebih jauh atau bahkan untuk sekedar berfikir singkat apalagi jernih. Sudah satu tahun ini Bapak terbaring sakit akibat struk yang dideritanya, badannya sudah tidak bisa bergerak ditambah umurnya yang sudah renta makin memperburuk keadaannya setiap hari, beruntungnya kami beliau masih bisa berbicara bahkan mengobrol dengan lancar setiap kami datang ke rumah. dan barusan sebuah telepon singkat dari adikku yang sedang giliran tugas 'berjaga' telah berhasil menambah debar jantungku, tanpa ba-bi-bu lagi, segera aku meminta izin untuk meninggalkan kantor lebih cepat dan bergegas pulang, ku telepon istriku dan menyuruhnya untuk bersiap. **** Sudah 1 Minggu semenjak kejadian itu, Bapak masih terbaring lemah, belia...